Yang membuat terheran penulis
adalah mengapa orang-orang terdahulu dari generasi Islam seperti para ulama
sangat produktif menulis. Mereka bisa menulis buku sampai ribuan yang jumlah
bukunya melebihi umurnya. Satu buku bisa terdiri dari beberapa jilid. Adapu
satu jilid buku bisa mencapai ribuan halaman. Wow. Apa yang membuat mereka
demikian produktif? Penulis mencoba menelaahnya dari berbagai bidang.
Mudah-mudahan bisa ditiru keteladanan mereka ini.
Pertama, mereka menulis buku
berpikiran untuk menebarkan kebaikan. Mereka menulis bukan untuk kepentingan
ekonomi. Tetapi untuk menebarkan kebaikan. Karena Rasulullah SAW pernah
bersabda,”Barangsiapa yang memberi petunjuk kebaikan kepada seseorang maka
orang yang menunjukinya dapat pahala juga dari orang yang melaksanakannya tanpa
dikurangi sedikitpun.”
Kedua, mereka menulis buku,
karena mereka berpandangan dengan menulis buku maka umur mereka akan lebih
panjang. Ketika mereka meninggal dunia maka ilmu yang mereka tulis dapat terus
bermanfaat bagi sesamanya. Dan hal itu termasuk pahala yang tak terputus yakni
salah satunya ilmu yang bermanfaat. Mereka menulis buku untuk disalurkan kepada
murid-muridnya. Ilmu bermanfaat tersebat. Dan mereka akan mendapat pahala terus
menerus dari ilmu yang disebar tersebut.
Perlu diingat bahwasanya orang
Arab lebih banyak mengandalkan ingatan daripada tulisan. Ketika Al-Quran turun,
mereka mengingat ayat-ayat Al-Quran dan menuliskannya pada media yang ada
seperti kulit, tulang, batu, dan lain-lain. Sebuah ilmu yang ditulis dalam buku
menjadi sebuah ilmu yang kekal.
Imam Al-Ghazali termasuk penulis
produktif. Ia seorang ulama pengembara yang berpindah dari satu tempat ke
tempat lain. Lalu ia menulis produktif. Perlu diketahui penulis produktif
biasanya seorang pengembara karena ia bisa membedakan tempat yang satu dengan
tempat yang lain. Beliau menulis buku fenomenal yakni ihya ulumuddin yakni
menghidupkan ilmu-ilmu agama yang menjadi referensi agama Islam sampai sekarang
ini.
Kedua, dengan menulis buku, mereka
mendapatkan bonus yakni nama mereka dikenal orang banyak, mereka memiliki
banyak murid atau pengikut, mereka memiliki kekayaan, dan lain-lain. Itu adalah
bonus bagi mereka. Bagi mereka yang menulis buku untuk berbuat kebaikan kepada
sesame. Tapi ada juga penulis yang terkenal tatkala ia meninggal dunia. Ia
tidak merasakan bonus dari menulis buku. Itu semua kehendak Allah SWT. Manusia
yang berencana tapi Allah Yang menentukan.
Ketiga, mereka menganggap waktu
sangat berharga walau sedetikpun. Oleh sebab itu setiap detik mereka menulis
buku untuk berbuat kebaijkan kepada sesame. Mereka tidak menggunakan waktu
sedetikpun untuk dibiarkan kosong tidak melakukan apa-apa, atau dibiarkan
percuma, karena mereka menilai betapa pentingnya waktu sedetikpun. Dimana waktu
sedetikpun tidak akan pernah kembali.
No comments:
Post a Comment